Wednesday, October 8, 2014

Menikmati Gerhana Bulan Bersamamu

Gerhana, Gerhana Bulan, Menikmati, Menikmati Gerhana Bulan Bersamamu, Foto, Foto Bulan, Desy, Caffee Puncak, Samarinda

    Sumber foto : Gerhana Bulan


"Kamu dirumah? Sudah makan? Aku lapar, temanin aku makan ya. Ku jemput sekarang. Kamu siap-siap. Ini aku OTW."

Sebuah pesan singkat itu aku kirim ke Desy. Dia adalah teman dari temanku. Kami sering ngumpul bareng di suatu tempat. Tapi baru kali ini secara mengejutkan dan tanpa ada aba-aba, aku langsung mengajaknya pergi keluar, dan hanya berdua.

           Aku tiba di depan rumah mu Des. Kamu menyambutku dengan senyumanmu, yang membuatku tak pernah mampu untuk mencampakkanmu dengan tidak membalas senyummu.

"Hey, apa-apaan kamu ini. Kok gak ngomomg, main langsung OTW aja. Coba ngomong dulu, aku kan bisa dandan lebih cantik. Hehe"

Sengaja Des aku gak ngomong. aku ingin membuatmu terkejut. Haha
"Hehe, iya maaf deh. Tadi aku habis main futsal. Aku cape, terus aku kelaparan. Temanku sudah makan semua. Jadi aku ajak kamu aja deh."

"Ohh jadi terpaksa doang nih ngajak aku, karena temanmu sudah makan semua."

"Haha... Iya dong. Kalau gak, ngapain aku ngajak kamu."
Temanku lho baru pulang habis futsal juga, sama- sama belum makan Des.

         Des, kau tau? aku gugup. Baru kali ini kita jalan berdua, dan kau duduk di belakangku, di motor butut ku. Kita belum mulai apa-apa dan kamu sudah membuatku begitu bahagia? Lancang sekali kamu Des. :')

"Eh kok kesini? katanya mau makan? kenapa kesini?"

"Emang disini gak ada makanankah Des? ada kan?"
Emang kenapa kalau disini Des. Kamu gak suka?

"Yee, iya tau kalau ada makanan. Tapi ngapain juga jauh-jauh makan kesini. Di depan gang ku juga banyak makanan."

"Sudah deh, kamu lagi sama aku sekarang. Gak usah rewel. Nanti ku tinggal neh. Haha"
Des, kamu kok rewel sih.

"Tapi... tapii.. aku kan tadi gak dandan. Kirain kamu cuma ngajak makan bentar doang."

"Sudah lah Des, biar mau dandan kayak apa juga, tetap aja mukamu begitu. Haha. Ayo." *Meraih tangan Desy.*
Des des des. Aku menarik tanganmu, aku menggenngamnya. Tak apakah? Aku gugup des, maafkan aku.

        Des, sekarang aku duduk di hadapanmu. Nafasku berhembus tak beraturan, paru-paruku seakan kekurangan oksigen, jantungku berdegup dengan cepatnya. Apakah kau menyadari apa yang aku rasakan Des? apa kah kau menyadari akan ke gugupanku, dan segala tatapan yang awalnya mata kita bertemu kemudaian aku selalu mengalihkan pandanganku ke sebelah kiri, ke arah bulan itu. Apakah kau menyadarinya?

"Lis, kok kamu liatin bulan terus, ini mas nya nungguin lho. Kamu pesan apa?"

"Ohh iya, iya. Sorry. Aku pesan Hot Cappuchino, Nasi Goreng special, sama Burger 1. Kamu pesan apa des?"
Des, kamu gak ada buka twitter, gak nonton berita, atau apa gitu? Kamu kok gak tau kenapa alasan aku liatin bulan. Tapi, gak apa sih. Bagus aja, haha.

"Haha kamu lapar atau rakus? Sudah makan Nasi, Burger lagi. Aku Pesan Coklat Hangat, sama Burger 1."

"Des, aku kan sudah bilang, aku kelaparan"
Des, aku sebenarnya gak terlalu lapar. Porsi makanku gak banyak. Aku cuma mau samaain aja menunya sama kamu, ada Burgernya. Aku hapal apa yang selalu kau pesan Des, dan kau tau, saat kau mengucapkan apa pesananmu. Aku juga mengucapkannya di dalam hati seiring dengan apa yang kau ucapkan.

"Des, bentar yaa. Aku ke toilet"

        Waktu menunjukkan pukul 19.30 WITA. Aku telah melihat ada sesuatu yang berubah di langit. Namun, setelah aku kembali dari toilet. Aku memperhatikanmu menatap lampu-lampu kota. Des, dari Caffee Puncak ini, memang lampu kota terlihat indah. Tapi, tidakkah kau sadar? Di atas, di langit ada juga lampu yang terlihat sangat indah dan sesaat lagi, akan ada yang lebih indah.
Tak lama kemudian, lampu caffee padam. Satu per satu pelayan membawa lilin untuk menaruhkannya di atas meja para pelanggan. Seiring dengan itu, alunan musik instrumen yang kau sukai itu mulai di mainkan. Tapi tampaknya kamu gak sadar ya des?  Kamu justru menggerutu tentang padamnya listrik.

"Mas, gimana sih ini. Caffee kok mati lampu."

Pelayan itu pun hanya tersenyum membalasnya.

"Des, sudah. Gak usah marah-marah. Coba liat ke arah bulan" *Meraih tangan Desy*
Kau tau Des? saat aku meraih tanganmu. Aku menahan nafas. Entah apa maksudnya, aku melakukannya tanpa sadar.

"Emang kenapa bulannya?"

"Coba perhatikan"

"Ehh kok bulannya tinggal setengah. Perasaan tadi bulannya full kok. Atau aku salah liat ya"

"Enggak Des, kamu gak salah liat. Ini lagi gerhana bulan. Kamu gak tau?"
Desss, aku merasa tanganku bergetar. Tangan ku yang menggenggammu ini bergetar. Apa kau merasakannya? Ahh, aku malu.

"Nggak, aku gak tau kalau ini gerhana bulan. Jadi sebenarnya kamu???"

"Iya Des, aku sudah tau kalau bakal ada gerhana bulan malam ini. Itulah sebabnya aku mengajakmu kemari, maaf karena gak ngomong dulu tadi. Tapi, kamu bohong ya kalau kamu gak dandan? Karena aku liat kamu malam ini, kamu jauh lebih cantik kok dari yang sebelum-sebelumnya. Atau, kamu jujur kalau memang gak dandan? Ahh terserah yang jelas kamu cantik kok" *Menempelkan tanganku pada pipi  Desy*

Aku melihat lengkungan itu di bibirmu. Kamu tersenyum sangat indah, bahkan terlihat lebih indah di bandingkan bulan yang saat ini juga tersenyum melihat kita.

"Lis, gak usah gombal, apaan sih. Jangan buat aku malu."

"Nda, aku gak gombal. Ini serius. Sebentar"
Aku mengeluarkan bunga mawar merah yang ada di sampingku, yang tanpa kamu sadari Des, Seorang pelayan tadi telah meletakkannya di sampingku. Sesuai dengan apa yang aku pinta.

"Des, I Love You" *Mengucapkannya seiring dengan mengeluarkan bunga itu*

"Tanpa aku sadari, selama ini kita sering bersama. Aku merasakan suatu hal yang lebih sama kamu. Aku ngerasa nyaman sama kamu, aku sayang sama kamu, dan tentunya. Rasa sayang yang lebih dari seorang teman. Aku cinta sama kamu Des"

"Coba liat, bulan itu sekarang sudah gak ada. Tapi, aku ngerasa gak ada masalah. Karena ada kamu disini. Des, kamu mau jadi pacar aku?"

"Tunggu-tunggu. Jadi ini semua kamu yang atur? Mulai dari ajak aku kesini secara tiba-tiba, gerhana bulan yang momentnya pas, listrik caffee yang padam, lilin-lilin ini, instrumen musik itu, dan ini, mawar ini. Ini sudah kamu yang atur?"

"Iya des, ini karena aku. Maaf, tadi kamu sempat marah karena listriknya padam kan?"

"Enggak, enggak. Aku gak marah. Aku cuma..." *Aku melihat pipinya yang telah terkena tetesan air mata, seketika itu aku langsung menyentuh pipinya dan mengusap air matanya.*

"Maaf des, maaf kalau kamu gak suka. Jangan nangis, aku gak mau liat kamu sedih."

"Enggak Lis, enggak, aku ga sedih. Aku senang, aku senang banget. Makasih lis, makasih."

Aku melihatmu menangis, dan pada saat itu pula. Aku merasa sangat bingung tentang apa yang harus aku lakukan.
"Aduhh tapi jangan nangis gitu dong. Aku kan jadi gugup."

"Hehe, kamu ini"

Aku mendengar tawamu, aku melihat expresimu. Kamu menangis dan disisipi oleh sendat-sendat tawa. Sekarang aku benar-benar mengerti arti dari tangismu itu. Kamu menangis bahagia. :)

"Iya Lis, aku mau jadi pacarmu. Aku mau. Aku juga sayang sama kamu, aku cinta."

"Ehh ehh kok di jawab sekarang sih, aku kan belum minta."

"Kenapa emang?"

"Aku kan baru mau bilang. Terus, mau kasih kamu waktu menjawabnya sampai gerhana bulannya selesai. Ahh kamu gak romantis ahh"

Aku melihatmu berdiri, dan kemudian kamu mendekatiku, duduk di sampingku, dan memelukku.
"Biar aja aku gak romantis. Yang penting pacarku romantis. Humoris juga. Ahh aku bahagia bisa sama kamu."

Dess deesss. Aku merasakan pelukanmu sangat erat. Apakah kau mencoba membunuhku Des?
"Aku juga bahagia bisa sama kamu. Tuh liat, bulannya terlihat seperti tersenyum, sepertinya dia juga bahagia melihat kita bersama."

"Ahh, kamu ini bisa aja. I Love You"

"I Love You Too Des"

        Kami menghabisi malam itu bersama. Hingga gerhana usai, hingga caffee itu hampir tutup, hingga tulangku serasa akan remuk saat semalaman Desy memeluk tubuhku dengan erat. Hey Des, Apakah kau benar-benar mencoba untuk membunuhku???

***


*Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.*
Eh kok jadi kayak FTV ya? Haha iya, ini juga fiktif belaka. Percaya ga? Percaya aja lah. Haha.
Terima kasih sudah membaca. Yang tadi malam liat Gerhana Bulan, wajib komen ya. Haha...

***

#END

###


12 comments:

  1. ceritanya keren.. cuma kok ada beberapa kalimat dalam tanda bintang yang kesannya ngeganggu gitu ya.. hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tanda bintang yang mana ya? Kalau yang dekat teks dialog. Itu maksudku menggambarkan tindakan yang di lakukan. Iya dah, nanti di baikin lagi. Terima kasih komentarnya sangat membantu :)

      Delete
    2. iya broo yang kamu maksudkan untuk menggambarkan tindakan yang kamu lakukan.. kalo aku sih prefer ditulis aja tindakan yg km lakuin itu misalnya, "sambil menggenggam jemarinya aku berkata..." hehehe..

      Delete
    3. Ohh iyaa ya, kaya gitu bisa. Iya, nanti lagi latihan buat nulis lagi. Haha...

      Delete
  2. Sayang, di tempat saya sekarang (Yaman) tidak kelihatan.

    ReplyDelete
  3. ceritanya bagus, bikin saya keinget sama mantan *eh
    tapi kalo misal pemeran ceweknya agak dibikin sok jaim dan jual mahal pasti lebih high-class lagi (sekedar saran). but, over all udah nyentuh lah ceritanya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha bisanya ingat mantan.
      Iya juga ya, pasti lebih menantang, susah di rayu. Daripada yang langsung nerima gitu.
      Iya terima kasih sudah berkunjung dan terima kasih saran dan komentarnya

      Delete
  4. ahai keren keren.. tapi klo sampe di tolak sama si des, bakalan kecewe udah prepare sana sini btw gw suka judulnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha iyalah, kalau di tolak bisa hancur berkeping-keping itu harapan. Oke terimakasih.

      Delete