Entah dari mana aku harus memulai.
Sudah
terlalu jauh untuk ku ungkit tapi terlalu dekat untukku ingat kembali.
Mungkin sudah sekitar setahun lalu sejak kamu
mengucapkan kata putus untuk pertama kali dan itu membuatku benar-benar
terkejut mendengarnya. Sekarang kita sudah jalan 1 tahun 9 bulan, sepertinya
untuk saat ini aku sudah kebal dengan kata putus yang sering kau ucapkan. Entah
berapa puluh kali kau memintaku untuk pergi dari hidupmu.
Alasannya? Mungkin juga puluhan alasan yang kau punya,
tapi tak sebanyak itu yang kamu ucapkan. Kamu lebih suka memendam segala
perasaanmu tentang aku. Sepertinya memang aku yang salah sejak awal untuk
membawamu ke dunia yang belum pernah kamu alami. Aku tau aku adalah pacar
pertamamu dari sekian banyak lelaki yang menginginkanmu.
Masalah yang seharusnya sangat tidak penting membuatmu
begitu berlebihan. Kesalahanku yang aku anggap bukan apa-apa membuatmu begitu
dahsyat menanggapinya. Kesalahan yang kamu buat pun kamu putar balikkan
sehingga aku yang salah. Mungkin itu semua hanya alibi agar aku mau terlepas
darimu. Akhir-akhir ini bahkan setiap 2 minggu sekali kamu memutuskan aku. Ini
aneh, tidakkah kamu berfikir setiap kali kamu mengucap kata PUTUS itu
perasaanku seperti apa?. Sejak awal kita menyatukan perasaan kita, sekalipun
aku gak pernah mengucap kata PUTUS. Sadarkan kamu semarah apapun aku, separah
apapun kamu membuat kesalahan tapi aku gak pernah mengucap kata itu. Kamu tau
kenapa? karena aku sayang sama kamu.
Telah banyak hal yang aku lakukan untuk terus mempertahankanmu
agar kau tetap bersamaku. Tapi kau tak pernah mencoba untuk mempercayaiku, kamu
memang gak pernah yakin akan perasanku ini yang hanya selalu untukmu.
Satu alasanmu yang membuatku benar-benar berfikir
keras dan membuatku berfikir ratusan kali. Tau apa? Alasan itu adalah : karena
agama. Bukan karena perbedaan agama, tapi karena kamu mau berubah menjadi orang
yang lebih baik lagi. Aku sadar, kamu sudah sangat banyak berubah, kamu
bukanlah kamu yang aku kenal dahulu. Mulai dari yang gak berjilbab – jadi berjilbab.
Dari yang pakai celana pendek - jadi celana panjang. Dari yang pakai celana
jens – jadi be rok. Sekarang kamu benar-benar menutup seluruh tubuhmu dengan
mengenakan jubah.
Sungguh aku tak pernah mempermasalahkan penampilanmu, aku
tak pernah protes akan perubahanmu. Aku justru mendukungmu, bahkan aku ingin
menjadi seseorang yang lebih baik sepertimu. Tapi kamu selalu menganggapku
adalah lelaki yang buruk. Hey... aku butuh waktu, proses harus berlangsung
dengan sempurna. Bukankah untuk seperti itu harus dengan ke ikhlasan bukan
karena untuk mempertahankanmu untuk tertap bersamamu kan? Tapi karena hati yang
ikhlas.
Kita adalah pasangan yang terpisah oleh jarak, tapi
apakah aku tak boleh tetap memilikinya atau pacaran dengannya secara agama? Maksudku
sangat jarang kan kita bisa untuk bertemu. Pertemuan kita pun tak pernah bisa
berlangsung lama. Atau jika pertemuan itu masih di larang, aku tak akan
menemuimu. Aku bisa terima kita hanya menjadikan pacaran ini sebagai status
untuk tetap bisa memiliki di masa depan. Karena aku takut jika kali ini kita
benar-benar saling menghilang, apakah perasaan kita tak akan sama di masa
depan?
Kali ini berbeda dari yang sebelumnya, sepertinya kamu
sudah memantapkan hatimu untuk pergi dari aku. Tak banyak yang bisa aku lakukan
kali ini, aku bingung. Kamu mematah kartu sim hp mu dan membuat aku benar-benar
tak bisa menghubungimu. Teringat akan berbagai cara yang telah kamu lakukan
untuk mencoba memembuatku pergi dari hidupmu dan sepertinya kali ini aku memang
harus melepasmu. Tapi... Haruskah aku melepasmu?
***
No comments:
Post a Comment