Saturday, January 31, 2015

10.000 Lampion


             Senja yang macet. Jalan Suryanata sedang macet total. Entah apa yang menjadi penyebabnya, Marcel tak memperdulikannya. Sungguh dia justru menginginkan macet ini lebih lama. Karena dia sedang menunggu Lina. Seorang wanita yang telah lama merenggut hatinya. Sedangkan Lina, saat ini ia masih berada di kampus. Dia juga telah tak sabar untuk segera pulang ke kost-nya untuk berkemas dan melanjutkan perjalanan pulang ke rumah Ibu nya di Tenggarong, tempat dimana yang saat ini sedang di tuju Marcel dan ribuan orang Samarinda lainnya.
                                                                                ***   


              Marcel telah lolos dari macet. Kini dia dan teman-temannya jalan beriringan. Teman-temannya semua berpasangan. Meskipun tidak semuanya berpacaran, setidaknya mereka sepasang pria dan wanita. Sedangkan Marcel. Dia sendirian di motor. Marcel bergumam di dalam hati “Ahh sialan. Kamu tau Lina? Semua ini adalah ulahmu. Karenamu aku di ejek oleh teman-temanku. Mereka terus meneriakkan Jomblo... Jomblo... sambil menunjukkan jari telunjuknya ke arahku, dan yang sangat memalukan adalah ketika mereka melakukannya di saat macet tadi. Tidakkah kamu mengerti Lina? Aku sangat ingin bersamamu ke Tenggarong. Tapi kamu bilang Tidak Tidak Tidak. Kamu terus menolakku dengan ketegasanmu. Sementara aku telah memutar-mutar otakku untuk mendapatkan cara agar kamu mau. Tapi kamu tetap keras kepala, kamu bilang kita akan bertemu disana saja. Haha hanya memberi harapan? Aku tau itu tidak mungkin Lina”.   

               Hari semakin sore, Marcel dan teman-temannya memutuskan untuk berhenti di sebuah mushola pinggir jalan. Hp Marcel terus berdering sejak tadi. Marcel mengangkat telponnya dan mengatakan keberadaannya saat ini. Setelah Marcel menutup telponnya, hp nya kembali berdering, tapi dari orang yang berbeda. “Maaf Des, duluan aja, sekarang aku masih berhenti di mushola. Nanti aja ketemu disana.” Tak lama kemudian, datanglah dua orang wanita, Novi dan Sari. Bukanlah Lina. “Ahh sial, serba salah. Jika aku berjalan terlalu cepat, aku akan bertemu dengan Desy, yang telah menungguku di tenggarong sebrang. Jika aku lambat, itu akan ada dua kemungkinan. Antara bertemu dengan Novi-Sari atau dengan Lina. Tapi karena aku berhenti dan yang menelpon bukanlah Lina. Jadi kemungkinan untuk bertemu dengan Lina itu menjadi tidak mungkin.” Marcel terus menggerutu dalam hati. Sementara Lina, ia telah melewati mushola itu tanpa sepenglihatan Marcel. Setelah Maghrib usai, Marcel memacu kendaraannya dengan kencang, ia meninggalkan rombongan. Ia telah lebih dahulu sampai di tenggarong sebrang. Namun tak bisa menemukan Lina.   Saat ini Lina telah sampai di rumah Ibunya. Usai mandi, adiknya bertanya kepada Lina. “Kak, mau ke pesta lampion sama siapa?” 
“Sama teman, tapi janjian untuk bertemu disana.” 
“Ohh yasudah, barengan aja kesananya kak.” 
Lina diam sejenak “Iya, ayo. Sama kak Dedi juga kan?” 
“Iya kak, sama teman-teman yang lain juga." 

                Akhirnya Lina pergi ke tempat acara bersama dengan kakak dan adiknya, serta teman-teman kakaknya. Sejujurnya dalam hati Lina, ia ingin pergi bersama Marcel. Tapi ia meragu. Ia tak terlalu mengenal Marcel meski telah tiga kali bertemu. 
                                                                              ***   

                Waktu telah menunjukkan pukul 8 malam. Marcel dan teman-temannya telah sampai di lapangan kantor Walikota Tenggarong, tempat berlangsungnya acara pesta 10.000 lampion untuk memperingati hari jadi kota tenggarong. Saat tiba disana, Marcel terlihat tampak gelisah, ia terus memegang hp nya untuk mencoba mengubungi Lina. Tempat itu sangat ramai sekali sehingga membuat sinyal hp menjadi begitu buruk. “Lina, kamu dimana? Aku mencarimu. Ahh sial, bukankah telah ku katakan jauh dari sebelum kita pergi. Aku ingin bersamamu menghadiri acara pesta lampion ini bersama. Tapi kamu bilang tidak, kamu bilang kita akan bertemu disini. Dengan terpaksa aku menerimanya dan hanya bisa berharap untuk bertemu disini. Kemudian setelah sampai, aku mencoba untuk menghubungimu. Aku menelponmu berkali-kali, bahkan tanpa henti. Namun percuma, terlalu banyak orang disini, sehingga membuat jaringan bad signal. SMS dan BBM pun tak ada satupun yang deliv. Sial, benar-benar sial. Aku berkeliling mengitari seluruh halaman depan kantor walikota. Tapi aku tidak menemukanmu Lin, dan seluruh wanita berambut panjang, terasa tampak sepertimu. Maksudku bayanganmu telah merasuki fikiranku, sehingga semua wanita yang ku lihat terasa tampak sepertimu.” Hati Marcel terus memberontak tidak bisa menerima keadaan bahwa ia tidak bisa menemukan Lina.
                                                                                ***   

                Lina bersama adik, kakak dan teman-temannya telah berada di lapangan. “Marcel, kamu dimana? Katanya kita akan bertemu di tempat ini, tapi mengapa kamu tidak ada menghubungiku. Atau karena sinyal? Aku juga telah mencoba untuk BBM kamu, tapi gak deliv. Maafkan aku jika kita tidak bisa bertemu Marcel.”   

                    Setelah konser musik Rege selesai, lampion pun mulai di terbangkan. Marsel semakin gelisah tak karuan. Dengan bodohnya ia masih terus mencoba menelpon Lina, meski telah ratusan kali mencoba dan tak pernah tersabungkan. Kegelisahan Marcel itu mereda ketika ia melihat ke langit. Ribuan lampion bertebrangan di langit Tenggarong. Teman-teman Marcel memaksanya untuk ikut berfoto ria. Menit demi menit pun berlalu Ribuan lampion pun telah berterbangan. Orang-orang mulai beranjak pergi dari tempat itu. Marcel dan teman-temannya pun berpindah tempat untuk mencari spot foto yang bagus.   

                    Setelah lama berfoto-foto dengan sisa-sisa lampion yang masih di terbangkan. Marcel dan teman-temannya memutuskan untuk pulang. Marcel melangkah dengan ragu, ia sungguh tak ikhlas karena belum bertemu bahkan melihat Lina sedetikpun. Saat Marcel sedang melamun, seorang temannya yang juga mengenal Lina pun membisikkan sesuatu ke telinga Marcel. “Cel, bukankah itu temanmu Lina?” Spontan Marcel pun menoleh dan berkata “Hah, mana???” Novi dan Sari pun ikut menoleh karena suara tanggapan marcel terdengar begitu keras. Dug dug dug dug, Marcel menyentuh hati dan jantungnya. Jantungnya berdegup dengan kencang karena melihat Cintanya, melihat Lina yang terlihat begitu manis sedang berdiri dengan tangan yang di rangkulkan di depan dadanya. Sementara Hatinya begitu pedih terluka, karena melihat Lina bersama dengan banyak laki-laki di sampingnya yang tanpa ada seorang pun wanita. Marcel diam tak bisa berkata apa-apa, namun kakinya terus melangkah menjauh tak mampu untuk melihat realita. Sementara Novi dan Sari pergi menghampiri Lina, yang sebenarnya mereka juga berteman. Marcel hanya melihatnya dari jauh. Menatapnya dengan penuh rasa kecewa dan sakit hati. Beberapa saat kemudian mereka bertiga berpisah, Marcel melihat lambaian tangan Lina yang menandakan tanda pisah terhadap Novi dan Sari. Marcel terus melihatnya berjalan menjauh kembali ke rombongan laki-laki itu. Marcel menutup mata dan memalingkan wajahnya. Penuh luka dia pergi, kemudian Novi dan Sari mendorong Marcel menyuruhnya agar bergerak cepat. Marcel pun pergi, meninggalkan harapannya di Tenggarong, dan pulang ke Samarinda.   

                    Sementara Lina masih berada disitu. Dia melihat kemesraan Marcel dengan Novi dan Sari. Meski mereka adalah teman Lina sendiri, ia merasakan luka. Lina pun menatap ke langit, ke arah lampion-lampion itu. Dia mengamati lampion yang baru saja akan di terbangkan. Penuh rencana yang matang, kemudian lampion itu terbang, sangat indah. Hingga terbang begitu jauh dan mulai meredup dan menghilang, jatuh entah kemana. Lina berfikir seperti itulah keadaan yang ia hadapi dengan Marcel, seperti itulah harapan yang ada. Telah di rencanakan, tampak begitu indah, kemudian menghilang. Lina pun memutuskan untuk menerbangkan harapannya itu bersama lampion dan membiarkannya mati dan menghilang bersamanya.
                                                                                 *** 



                     Ya, seperti itulah manusia. Merencanakan sesuatu, memiliki harapan, dan ketika harapan itu tidak tercapai. Mereka terluka tanpa tau apa yang sebenarnya terjadi. Mungkin seperti itulah yang sering terjadi di kehidupan kita. Adanya PHP, dan Korban PHP? Ya mungkin itu hanya karena manusia tidak tau apa yang sebenarnya terjadi. Tentang kelanjutan kisah Marcel dan Lina? Biarkanlah tuhan yang menentukan, biarkan tuhan yang memutuskan apakah mereka akan tau yang sebenarnya atau tidak. Seperti itulah yang aku ketahui saat ini, seperti itulah yang aku alami saat ini. Ini pendapat dan penafisranku. Bagaimana dengan pendapat kalian???
                                                                           ###

No comments:

Post a Comment