Air Mata
ini. Mungkinkah?
Malam
minggu itu aku menjemputnya. Bukan hal yang mudah untuk mengajakknya jalan.
Tapi entah mengapa malam itu aku mendapatkannya. Memang aku sedikit memaksanya
waktu itu, Kami pergi. Seperti biasa kami jalan keliling-keliling. Aku
mengajakknya makan, dia menolakku. Aku mengajaknya untuk duduk di suatu tempat,
dia juga menolakku. Malam itu kami benar-benar hanya mengelilingi kota mengukur
jalan. Tiada hal yang aneh dengannya malam ini. Kami tetap bicara nyambung
seperti biasanya.
Aku
memulangkannya, tiba-tiba hp ku berdering nada sms. Aku membuka SMS di jalan
sambil mengendarai sepeda motor. Tanpa basa-basi dia menikamku dengan kerasnya.
“Kita
putus, aku malas pacaran”
Nafasku
terhenti sejenak, seakan pukulan keras yang tepat mengenai ulu hatiku. Ini menyakitkan.
Apa salahku? Dengan lemasnya aku mengendarai motorku. Aku berhenti, tenagaku
seakan terserap begitu saja. Aku mencoba meminta penjelasan.
“Lho yank
kenapa? Apa salahku?”
“Gak salah
apa-apa”
“Lho terus
kenapa kamu putusin aku yank. Memangnya aku ngapain tadi”
“Gak ada.
Aku Cuma mau putus aja. Aku malas pacaran”
“Lho gak bisa seenaknya gitu
donk. Beri aku penjelasan, jangan seolah mempermainkanku seperti ini. Ini
menyakitkan”
“Pokoknya aku mau putus, udah
itu aja”
Aku diam, sejuta fikiran negatif
mulai terlintas di fikiranku.
-
Mungkinkah dia ada yang lain?
-
Mungkinkah aku terlalu memaksanya tadi?
-
Mungkinkah dia bosan denganku?
-
Mungkinkah dia tidak bahagia bersamaku?
-
Mungkinkah aku terlalu mengekangnya?
-
Mungkinkah orang tuanya tak merestui kami?
-
Mungkinkah...?
-
Mungkinkah? Mungkinkah?... MUNGKINKAH?
Aaaaah ini membuatku gila. Aku
pulang ke rumah, tapi aku fikir disini begitu memuakkan. Aku terus
memikirkannya. Ahhh Aku butuh teman untuk mengontrol keadaanku ini. Aku
menghubungi Andi, aku memintanya datang ke rumahku. Kemudian kami lapar dan mencari
makanan. Sumpah, makanan apapun tak ada yang lezat di lidahku.
Setelah makan Andi mengajakku
untuk mendatangi tempat lokasi perkemahan pengukuhan Theater. Awalnya aku
menolak, karena besok adalah hari penting bagiku. Besok adalah Ujian Karate
kenaikan sabuk. Sudah lama aku mempersiapkan hal ini. Tapi aku berfikir lagi,
aku akan sedih jika aku hanya berada di rumah saja. Ok aku ikut Andi.
Di perjalanan. Ini adalah hal
yang menakutkan. Beberapa waktu lalu aku dan teman-temanku (termasuk Andi juga)
pergi ke daerah ini. Ini adalah wilayah yang di sebut-sebut orang menyeramkan.
Wilayah jalanan sepi tanpa ada rumah, merupakan wilayah perkebunan yang
berbatasan langsung dengan hutan. Hal yang bodoh adalah ketika sudah sampai di
lokasi hutan itu, tapi andi gak tau dimana bumi perkemahan itu. Marah? Nda sih.
Sedih? Iya karena ipau. Takut? Iya banget. Hu.
Horor, sumpah ini horor. Jam 1
malam di hutan. Kami memasuki jalanan tanpa beraspal, hanya bebatuan. Semakin
kami mencari, jalanan ini semakin mengkhawatirkan. Bebatuaan sudah tidak kami
lewati. Jalann tanah yang sangat tak rata itu membuat perasaan hatiku semakin
menggebu-gebu. Jalanan sedikit menanjak, sepeda motor satria f ini akhirnya
mati. Woow gelap total. Ini menakutkan. Aku bingung apa yang harus ku lakukan.
Beberapa saat kemudian motor
menyala. Perjalanan di lanjutkan. Jalan setapak yang aneh telah kami lalui.
Akhirnya cita-cita sesaatku tersampaikan *terlalu takut, aku menciptakan sebuah
cita-cita di perjalanan* cita-citaku adalah segera menemukan bumi perkemahan.
Sesampainya disana kami di
sambut dengan biasa saja. Rumah panggung tampak seram itu ternyata terisi oleh
orang-orang yang sangat bergambira #kecuali aku. Ini sedikit membuatku tenang.
Tapi membuatku sedikit iri. #woyy gue habis putus.
Malam yang ribut ini harus tetap
membuatku tidur, karena aku harus :
-
Bangun pagi
-
Pulang
-
Cari makan
-
Ikut ujian
Seperti yang telah ku fikirkan tapi tak aku harapkan. Iya
mereka semua membuatku sukses untuk tidak tidur. Berbagai macam acara theater
ini aku saksikan baik-baik.
Alaramku berdering. Jam 6 pagi, entah hanya berapa menit
aku tertidur. Hal ini membuatku pusing dan sangat mengantuk. Aku membangunkan
Andi. Aku memintanya untuk mengantarku pulang.
Sampai di rumah aku segera mandi dan tanpa makan aku pergi
ke tempat dimana akan berlangsungnya ujian karate. Mata mengantuk, kepala
pusing, kelaparan, hati sakit. Ini adalah persiapan yang matang bukan? Aku
harus tetap semangat.
Sabuk biru :
-
Cholis 17 Tahun
-
Tika 16 Tahun
-
Irpan 16 Tahun
-
Ghatan 9 Tahun
Sesampainya disana, aku sedikit bercerita tentang apa yang
telah ku alami semalam. Tanggapan teman-temanku bermacam-macam membuatku
semakin tak karuan. Apalagi tanggapan Tita membuatku ingin menggigit telinganya
hingga berdarah. wuw
Ujian sedang berlangsung. Konsentrasiku buyar, semangatku
menurun dan stamina menghilang. Saat itu ku lihat ada Hanna bersama dengan guru
sosiologi ku itu. Mereka datang untuk melihat bibim. Anak sd itu mengikutiku
untuk bergabung dalam karate. Ah aku melakukan kesalahan. Di akhir acara saat
pengumuman. Aku dinyatakan tidak lulus, sementara temanku lulus semua. Iya
semuanya dalam ruangan itu lulus. #Kecuali aku.
Itu adalah pengumuman ketidak lulusan pertama yang pernah
aku dapatkan dalam seumur hidupku. Lengkap, lengkap semua penderitaanku saat
ini. Semua kesedihan ini menyatu.
Sebelum pulang semua karateka berkumpul untuk berfoto.
Berfoto? Ini adalah yang pertama aku lakukan. Berfoto di saat aku sedang sedih.
Mataku mulai berlinang saat itu. Aku menahannya. Usai foto aku pergi tanpa
berpamitan, aku takut mereka akan bersimpatik padaku dan aku tau rasa simpatik
mereka itu akan membuatku sangat semakin terpukul.
Aku tiba di depan rumah keluargaku itu. Rumah sepi, aku
mengetok-ketok pintu tak ada jawaban. Aku ke bagian belakang rumah. di belakang
rumah ada mas dedi yang juga keluargaku. Ia memintaku untuk memanjat jendela
saja jika memang tak ada orang. Aku masuk ke kamarku. Tanpa melakukan apapun,
dan masih dengan mengenakan celana karate itu aku terduduk. Aku diam,
memikirkan apa yang telah terjadi sejak malam minggu.
Sedih? Jelas. Semua kesedihanku menyatu. Aku kecewa dengan
semuanya. Bayangin aja tanpa alasan yang jelas pacarku memutuskanku secara
tiba-tiba. Aku gak tau salahku apa. Kenapa bisa dia tega seperti itu di saat
seperti ini. Tak hanya itu, karena dia. Dia membuatku gagal dalam ujian ini.
Ini menyakitkan. Mau sejauh apa dia merusak hidupku. Sedikit demi sedikit ia
membuat harapanku hancur. Sedikit demi sedikit ia membuatku rapuh. Aku
mencintai dia. Tapi kenapa ini balasan yang aku dapatkan. Dia memutuskanku.
Pacar pertama dan terakhir itu bullshit mu saja. Kenapa kamu buat aku
kecewa?
Tiba-tiba hp ku berdering nada sms. Perlahan aku
membukanya. SMS dari ghatan teman ku di karate.
He says :
“Sabar ya kak. Jangan sedih lagi. SEMANGAT”
Gimana aku gak sedih, Gimana bisa anak kelas 4 sd bisa SMS
seperti itu. Rasa simpatiknya itu seakan korek api yang telah meledakkan bom
kesedihanku.
Aaaaaaah...
Air mata ini? Mungkinkah aku
menangis?
Aku pernah merasa aku cukup
berbakat dalam akting. Aku memang pernah mengikuti ekstrakulikuler Theater.
Segala macam jenis akting aku bisa lakukan. Kecuali 1. Akting menangis. Aku gak
pernah bisa melakukan hal itu. Mungkin di kehidupanku sebelumnya aku tak pernah
merasakan kesedihan. Sehingga aku tak pernah memiliki bayangan seperti apa
kesedihan yang bisa membuatku menangis.
Aku menangis? Bolehkah aku
menangis? Aku sudah tak mampu menahan ini lebih lama lagi. Tuhan Tolong aku.
***
Ini adalah sepenggal cerita novelku dari kehidupan nyata yang ingin aku lanjutkan namun aku merasa belum siap untuk melanjutkannya.
###
No comments:
Post a Comment