Kamis, 28 Februari 2013
Hari ini adalah hari kepulangan ku. Semua
ini disebabkan karena aku muak, dalam seminggu ini kami di PHP besar-besaran
oleh dosen yang membuat kami hanya masuk 2 mata kuliah dalam seminggu. Sepulang
dari kampus yang tanpa ada mata kuliah, aku langsung menuju kost bersama
temanku Abil. Saat itu aku masih ragu apakah aku pulang atau tidak. Sementara
itu aku harus menunggu Adit pulang dari kampus jam 1 siang. Aku sedikit
mengulur waktu untuk menonton berbagai film yang ada di laptopku bersama Abiel
dan Aziz. Beberapa saat setelah itu Mukti memintaku untuk menjemputnya di
kampus. Dengan sangat terpaksa tentunya aku harus menjemputnya karena tadi pagi
dia bersamaku pergi ke kampus dan ia terpaksa harus meninggalkan mata kuliah
demi untuk melamar pekerjaan. Sampai di kost aku dan Abiel di pusingkan oleh
perdebatan antara Mukti dan Aziz tentang lamaran pekerjaan mereka yang tanpa
aku pedulikan namun mereka sangatlah ribut. Akhirnya mereka pergi. Dalam waktu
yang cukup lama akhirnya merekapun kembali dengan perasaan yang sangat
menggebu-gebu. Tentunya dengan Aziz yang sangat bersemangat untuk melakukan
training kerja selama 3 bulan di Jakarta. Sementara Mukti karena masih kuliah,
jadi dia gak bisa ikut training terpaksa ia harus menjadi karyawan bawahan di
bawah Aziz. Pernyataan yang membuatku iri sebagai mahasiswa yang selalu menjadi
pengangguran di hari jum’at, sabtu dan minggu. Beberapa saat kemudian Adit
datang. Berkumpulah para OTAKU diantaranya Aku, Abiel, Aziz dan Adit. Tanpa
mukti, pecinta Westlife itu memang tidak pernah mengerti tentang jepang.
Waktu sudah menunjukkan pukul 13.30
pertanda aku harus bergegas untuk pulang ke PASER bersama dengan Adit yang
sebelumnya kita harus pergi ke kostannya untuk persiapannya. Jam 14.30 kami go.
Adit yang menggoncenggku dengan perjanjian ia yang membawa motor dari Samarinda
sampai akhir bukit soeharto. Sedangkan aku dari kilo 40 aku yang memboncengnya
hingga sampai rumah yang kira-kira masih 150 kilo meter. Perjanjian yang tidak
adil kan. Perjalanan yang sangat bertaruh dengan nyawa itu membuatku selalu
bersemangat untuk segera sampai di rumah. belum lagi perasaanku yang sangat
lapar ini memaksaku untuk menghabiskan gas motor teringat seharian aku belum
makan nasi. Hanya roti tawar yang aku celupkan ke susu yang masuk ke perutku
hari ini. Dalam fikiranku saat di jalan aku harus sampai di longkali sebelum
senja berakhir dan aku berhasil. Selanjutnya masih sama, sampai di longikis
masih senja. Itu pun terwujud. Aku pun sampai di rumah jam 7.30 malam,
perjalanan yang melelahkan itu aku akhiri dengan senyuman di depan pintu
rumahku. Aku begitu bersemangat karena ini adalah sureprice ku untuk yang
kesekian kalinya pulang tanpa memberitahu. Aku membuka pintu, terlihat papaku
yang menuju ruang tamu untuk melihat siapa yang datang. Yang datang itu adalah
aku, papaku berkata pada mama dan adikku akan keberadaanku. Mamaku menyambutnya
dengan kata-kata yang terdengar bahwa ia senang. Sedangkan adikku, ia justru
menangis. Tentunya bukan karena ulahku, tapi karena PR yang di berikan gurunya
yang membuatnya harus menyelesaikan rumah kertas itu dalam waktu semalam.
Ini adalah sureprice untuk
kekasihku, aku sengaja memang tidak memberitahukannya akan kepulanganku ini.
Aku sms ke no kakaknya, karena memang hp nya hilang beberapa waktu lalu selain
itu terdapat smsnya yang terlihat mencariku. Aku sms
SMS 1
“Apa beb, aku di Paser lho”
SMS 2
“Beb”
SMS 3
“Beb balas dong :D”
Balasan 1
“Ipaunya pengajian lis”
Balasan 2
“Ipaunya pengajian”
Huh aku tak membalas sms itu, aku
hanya sedikit bingung kenapa Ipau pengajian sedangkan kakaknya tidak. Aku
meletakkan hp ku di kamar kemudian aku berlari ke arah mamaku untuk meminta
makan. Setelah makan aku mencuci mukaku dan mengganti baju, aku duduk dan
berkumpul di ruang keluarga untuk sedikit menenangkan adikku dan bertanya apa
yang terjadi. Ternyata tadi ia membuat sebuah gambar namun tak sengaja gambar
itu tergunting oleh mamaku. Akhirnya aku membantunya membuat rumah-rumahan itu.
Aku, kedua orang tuaku dan adikku bersama pada malam itu. Aku merindukan
keadaan ini, semua ini serasa mimpi bahwa aku pulang ke rumah.
Waktu sudah menunjukan pukul 9
malam, ini adalah kehidupan keluarga yang cukup normal bukan? Tidak seperti
kehidupanku saat di perantauan. Tidur selama 2 jam sudah cukup bagiku. Untuk
sementara ini aku menyesuaikan waktu, aku akan tidur jam 9 malam ini karena
memang aku juga sangat lelah dengan perjalanan tadi. Aku pergi ke kamar kakak
ku, karena sureprice kamarku tetap berantakan (tidak di bersihkan). Jadi aku
tidur di kamar kakakku (tentunya tanpa dia). Aku melihat hp ku, tak ada satupun
sms yang masuk. Ini membuatku semakin ingin tidur berharap besok aku bisa
bertemu dia.
***
Jum’at, 1 maret 2013
Suara mobil yang walaupun lembut itu
terdengar di telingaku, aku mencari hp ku. Terlihat jam sudah menunjukan pukul
9 siang. Aku tersadar dan segera bergegas keluar kamar sebelum papaku
mengetahui aku masih tertidur di hari yang sudah siang. Aku menuju kamar mandi
untuk mencuci mukaku, aku lega karena papaku melihatku sudah tidak terlihat
lusuh seperti orang yang baru bangun tidur. Aku selalu takut jika terbangun di
siang hari, karena tentunya papaku akan mengamuk karena aku tidak solat subuh.
Aku kembali kekamarku untuk mencari hp ku, karena tadi terlihat ada sms darimu
yang isinya
SMS 1 jam 22
“Maaf beb aku tadi pengajian”
SMS 2
“Ayang betulan pulang kah?
SMS 3
“Kenapa pulang sih sayang”
SMS 4
“sayang betulan di rumah kah?”
SMS 5 jam 23.54
“kenapa balik yank? Aku itu takut ah kenapa-kenapa di
jalan kalo sering bolak-balik bikin khawatir lho. Aku gak bisa tidur kalo ayang
suka bolak-balik gini”
SMS 6. Jam 7 pagi
“Beb”
SMS 7 jam 8
“sayang”
Wow aku gak tau kalo dia sms sebanyak itu sejak tadi
malam hingga pagi ini. Teringat jika setiap hari jum’at ia libur, maka aku
membalas smsnya :
“iya sayang”
“betulan di rumah kah ini?”
“iya ini aku ada di rumah”
“Kenapa pulang sih beb”
“kenapa sih memangnya”
“kenapa sih malah marah-marah”
“banyak tanya sih, aku pulang kangen”
“Emh iya”
“sayang ketemuan yok”
“Iya yang, kerumah aja”
“kapan aku kesana?”
“Emh terserah sih”
“sekarang boleh?”
“Iya kerumah aja yang”
Aku bergegas untuk mandi, mengingat ini adalah hari
jum’at. Aku harus cepat agar bisa sampai disana tepat waktu dan tetap bisa
untuk melangsungkan solat jum’at. Setelah mandi aku melihat jam sudah
menunjukan pukul 10. Secara diam-diam seperti kebiasaan lamaku, aku memang
jarang izin untuk keluar dari rumah karena takut tidak di izinkan. Aku pergi
dengan kecepatan maximal. Setengah jam tepat aku sudah berada di Tanah Grogot
dan langsung menuju rumahnya. Aku di sambut oleh senyumannya yang begitu manis.
Sudah 3 minggu aku tak melihatnya, perasaan rindu ini sepertinya memanglah
wajar. Aku melihat rumahnya yang baru saja di renovasi, ini nampak berbeda.
Siang itu kami berada di rumah di temani oleh ayahnya. Kami duduk di ruang
tengah untuk menonton tv, sedangkan ayahnya ada di kamar tepat di dekat kami.
Kami menonton acara-acara tv yang tidak jelas di siang hari seperti infotaimen
gosip-gosip artis yang gak penting. Meskipun begitu, tentunya kami tdak merasa
bosan. Karena kami sebagai pejuang LDR yang telah lama tidak bertemu sudah
merasa senang saat kita bertemu. Aku duduk di sampingnya dan menggenggam
tangannya. Dia menyenderkan kepalanya di pundakku, aku merasa tidak ingin
berpisah lagi dengannya.
Beberapa saat kemudian ia melepaskan genggamanku dan
mengambil jarak antara kami. Dia menatapku dan bilang kalau ia ingin bercerita
sesuatu.
“beb tadi malam aku ikut pengajian kan. Tau kah apa
yang di bahas? Tentang pacaran. Ustadzah ku nyuruh aku untuk mutusin kamu”
“kok gitu sih yank? Kenapa kaya gitu lagi. Dari awal
aku sudah pesan kan, aku izinin kamu ikut pengajian manapun. Asal jangan
putusin aku”
*pengajian-pengajiannya sebelumnya pernah memintanya
untuk memutuskanku. Tetntunya karena alasan agama*
“Iya yank aku juga gak mau putusin kamu. Aku sayang
sama kamu yank. Tapi aku takut kalo kak Nisa (Ustdzah) (Nama di samarkan) itu
ngomong kata-katanya begitu membuatku segan.”
“Dia bilang apa?”
“Dia bilang”
-
Ipau sudah punya pacar?
-
Sudah kak
-
Putusin aja, gak usah pikirin perasaannya. Kamu harus lebih
memikirkan masa depanmu. Salahnya dia kan kenapa dulu milih kamu. Kamu kan
harus berubah menjadi lebih baik lagi dari ini.
-
Emh iya kak
Aku diam. Aku bingung, aku fikir dia adalah orang yang
tidak memiliki hati. Semua itu butuh proses, aku tau aku sudah salah untuk
pacaran. Tapi gak secara langsung seperti ini juga kan aku langsung di vonis di
beri hukuman untuk putus dengannya.
“Tapi pau aku gak mau putus dari kamu”
“iya sayang gak putus. Kalo minggu depan aku di tanya
lagi sudah putus atau belum. Aku bilang aja sudah”
“...”
Aku diam lagi, aku gak tau harus ngomong apa. Haruskah
dia berbohong demi CINTA. Hari sudah semakin siang, dia mengambil buku-buku
pelajarannya karena dia teringat akan pr nya untuk esok hari. Aku membantunya
untuk mengerjakan pr sosiologi itu, beberapa saat kemudian ayahnya meminta ipau
untuk membelikan sebotol sirup. Sebagai lelaki sejati, aku lah yang akan keluar
untuk membeli sebotol sirup di tengah teriknya matahari yang begitu memanas.
Ayahnya meminta sirup sirsak, sepertinya susah di dapat kalo gak di mini
market. Ipau memberi tahuku untuk membelinya di depan gang di warung-warung
kecil, aku fikir di situ pasti gak ad sirup sirsak. Sepertinya aku harus ke
mini market. Tapi Oh no ini adalah siang yang panas, aku memotong niatku untuk
ke mini market, jadi aku pergi ke warung-warung itu. Alhasil memang gak ada
sirup sirsak disini, akhirnya aku memutuskan untuk membeli sirup jeruk saja,
karena teringat perkataan ayahnya tadi jika tidak ada sirup sirsak, jeruk aja.
Oke aku ambil jeruk, uang kembaliannya aku membeli cemilan untuk ku makan
bersamanya nanti ketika di rumah. Saat pencarianku ini, di jalan aku telah
melihat sebagian orang berpakaian rapi untuk pergi ke masjid. Bergegas aku
pulang ke rumah ipau untuk mandi dan bersiap-siap solat jum’at.
Setelah mandi, aku melihat Ipau mensetrika baju koko.
Itu adalah baju koko yang dia beli untukku saat ia pergi ke banjar. Baju koko
ini pas di badanku, terlihat tampan sekali aku yang menggunakannya. Aku pergi
solat jum’at di masjid al-mutakkin.
Sepulang solat jum’at jam di rumah Ipau sudah
menunjukan pukul 2. Aku terkejut jamnya memang lebih cepat 15 menit dari jamku.
Sementara jamku lebih cepat 15 menit dari kehidupan nyata. Jadi jam Ipau lebih
cepat 30 menit dari yang seharusnya. Aku merasa sedikit kesal karena jamnya
begitu cepat, aku gak mau jam itu menunjukkan pukul 4. Karena jam 4 Ipau harus
pergi ke toko untuk menggantikan ibunya. Aku duduk di belakang Ipau, dia masih
terlihat mengerjakan pr namun pakaiannya telah ganti. Dengan alasan pakaiannya
yang ini terasa lebih sejuk. Aku melihatnya sedikit mengantuk, aku menyuruhnya
untuk tidur. Beberpa saat kemudian aku memanggilnya dan memintanya untuk jangan
tidur. Hehe aku gak mau waktu kita yang tersisa dikit ini habis hanya untuk aku
melihatnya tertidur. Jam sudah menunjukan pukul 3. Ipau membereskan buku
pelajarannya dan segera mengambil handuk. Aku bilang :
“eh yank. Nanti aja mandinya. Baru jam 3 juga nah”
“gak apa yank. Nanti aku jalannya jam setengah 5 kok.
“iya kalo setengah 5 ya mandinya nanti aja lah”
“Enggak yank, sekalian siap-siap nah. Jadi nanti
tinggal jalan aja”
“Bah nanti aja coba”
“SEKARANG”
Aku diam, aku gak bisa memaksanya. Aku tau aku sudah
lama ada di rumah ini, mungkin memang aku harus pulang. Tapi kan ini masih
panas ah.
Setengah jam kemudaian dia keluar dari kamar mandi,
cewe kalo mandi memang gak pernah sebentar ya? Dia lewat di depanku menuju arah
kamarnya dan aku tidak menegurnya. Aku merasa ia terlalu lama untuk mandi dan
memangkas waktu pertemuan kita. Belum lagi waktunya dandan ini pasti lebih lama
lagi ah. Aku hanya duduk dan menonton tv. Sudah hampir setengah jam dia belum
juga keluar dari kamarnya. Aku mulai muak. Beberapa saat kemudian ia keluar
dengan pakaian lengkapnya. Aku diam, huh ini baru jam 4. Apakah ia akan pergi
sekarang yang secara tidak langsung mengusirku secara lembut. Firasatku benar,
ia mengajakku keluar. Ini jam 4, jam yang seharusnya adalah jam setengah 4. Di
luar masih panas, aduh masa aku harus ke Kuaro panas-panas. Sesaat sebelum ia
mengajakku pergi, aku membongkar hp ku mengambil kartu sim nya dan
membiarkannya tergeletak di lantai dengan maksud agar bisa dengan mudah aku
manghubunginya jika ia memakai hp ku. Tapi dia menolaknya, aku semakin marah.
Aku memasukkan hp ku yang terpisah itu kedalam kantong celanaku. Aku keluar
dari rumahnya, kami pun jalan dengan motor masing-masing. Saat di jalan aku
mencoba untuk mengeluarkan hp ku. Oh tidak, hampir saja aku menjatuhkan hp ku
yang tadi hanya aku masukkan ke dalam kantongku tanpa merakitnya terlebih
dahulu. Aku menyodorkan hp itu ke hadapannya, tapi ia menolakku. aku tidak
menyerah, untuk yang kedua aku menyodorkan hp itu lagi, tapi ia tetap
menolakku. Aku jengkellll. Aku menarik full gasku membelok dari simpang 4 dan
segera menghilang darinya. Aku gak tau apa yang ada di fikirannya saat itu.
Yang jelas sesungguhnya yang aku inginkan itu cukup simple. Aku hanya ingin
sedikit lebih lama lagi bersamanya.
Saat di jalan tiba-tiba hujan turun. Aku gak tau jika
di sini masih saja selalu hujan saat sore hari yang begitu mengganggu
perjalananku. Aku berteduh di sebuah masjid. Hujan ini sungguh tidak menentu,
kadang reda tapi tiba-tiba lebat. Aku muak dengan keadaan ini, akhirnya aku
memutuskan untuk nekat berhujan-hujan saja.
Aku tiba di rumah, aku melihat rumahku sepi dan mobil
hitam tidak ada di teras rumah. Aku tau pasti kedua orang tua itu pergi ke
Tanah Grogot untuk menjenguk trio tetanggaku yang baru saja terkena musibah
(seorang amor) dan kemungkinan juga menjenguk neneknya Adit yang sakit. Aku
berkeliling rumah untuk mencari kunci yang kemungkinan ada di selipkan di
seputar wilayah rumah. namun hasilnya Nihil. Aku duduk di teras rumahku, aku
melihat sebuah tas hijau bergantung di mobil biruku. Aku melihatnya dan
ternyata itu adalah makanan yang telah di serang oleh sekawanan semut. Aku gak
tau makanan ini di peruntukkan untuk aku atau adikku. Karena isinya kepiting,
aku jadi tau itu makanan untuk adikku. Jika seperti itu, bocah kecil ini pasti
gak ikut dan lebih memilih untuk pergi les bahasa inggris. Makanan penuh semut
itu membuatku lapar. Teringat seharian aku belum makan nasi. Meskipun begitu,
otak ku ini gak kecil. Aku gak mungkin makan, makanan itu dan mengambil jatah
semut. Aku pergi ke bagian dapur rumahku. Aku mendobraknya. Sebagai pemuda yang
kelaparan, kita gak perlu berfikir lama untuk mendapatkan makanan sebelum
pingsan. Hehe.
Aku sudah sampai di ruang keluarga, aku makan sambil
menonton tv. Beberapa saat kemudian adikku berteriak-teriak mencariku. Aku
memanggilnya dari pintu samping, aku menghampirinya ke depan rumah. Saat itu
aku melihatnya memegang botol minuman di tangan kanan, sedangkan di tangan
kirinya ada selembar undangan. Aku mengambilnya. Ini adalah selembar undangan
wedding, aku melihat mempelai prianya. Ia tampak sangat dewasa dan terlihat sudah
mapan, aku memalingkan pandanganku ke arah mempelai wanita itu. Aku diam,
tampaknya aku sangat mengenali wajah perempuan itu. Dia adalah mantan
pertamaku, aku sedikit tidak percaya. Aku melihat tulisan nama mereka. Ternyata
benar, itu adalah dia. Aku meremas dan melempar undangan itu, bukan karena
cemburu. Tapi masa iya mantan pertama dan ke tiga ku sudah menikah. Sedangkan
aku? kehidupan cintaku masih gak jelas. Aku sedikit lega karena melihat
undangan itu bukan untukku, tapi untuk papaku. Aku memanggil adikku,
menyuruhnya untuk memungut undangan itu. Aku bilang :
“aku mau cerita, tapi jangan cerita kesiapapun ok”
*janji kelingking*
“oke” *janji kelingking*
“cewe yang ada di undangan itu mantanku, jangan bilang
ke papa ya”
“hah masa itu”
“iya diam aja sudah”
Kami menuju ruang keluarga lewat pintu tengah, adikku
menaruh undangan itu di meja. Aku mengambilnya untuk merapikan undangan yang
sudah aku lecek kan itu. Aku melihat bagian belakang undangan itu dan terlihat
foto-fotonya. Memang benar itu dia, aku meminta adikku untuk membuka undangan
itu. Terlihat lah undangan itu untuk esok hari di tanggal 2. Aku merasa hina.
Karena kepulanganku ini seakan-akan untuk menghadiri acara pernikahan itu. Aku
kembali menaruh undangan itu di atas meja. Untuk waktu yang cukup lama kedua
orang tua itu belum pulang juga. Kami berdua di rumah merasa bingung apa yang
harus di lakukan. Beberapa saat setelah magrib usai, terdengar suara mobil dari
depan rumah. Kami diam, mama dan papaku berteriak-teriak menyuruh kami membuka
pintu. Dasar aneh, aku aja gak ada buka pintu. Pintu depan masih terkunci
rapat.
Mereka masuk rumah dan menunjukan berbagai makanan,
namun aku tidak tertarik. Aku menuju depan rumah karena mendengar suara Budi
memanggilku. Aku mendengarkan ia bercerita tentang kehidupannya. Dasar anak SMP
masih alay. Beberapa saat kemudian Budi pulang, sementara aku masuk ke dalam
untuk menyantap martabak dan terang bulan. Aku melihat hp ku dan terlihat ada
beberapa smsmu yang seakan kesepian membutuhkanku. Aku menelponnya dan terus
meneponnya, tapi dia terus me rejek nya. Memang marahku yang tadi sore itu
sudah membuatnya jengkel. Aku terus merayunya agar ia berhenti marah padaku.
Tapi dia tak ingin di telpon, dia hanya ingin aku membalas smsnya. Tapi karena
limit sinyal, aku jengkel kalau sms gak terkirim-kirim. Jadi aku lebih memilih
untuk menelponnya. Beberapa kali telponku itu tampak meluluhkannya, ia
mengangkat telponku. Tak banyak yang kami bicarakan, karena terdengar sangat
ribut dari tempatnya berada. Saat itu memang dia sedang berada di plaza. Karena
suaranya terdengar tidak jelas, akhirnya dia mematikan telpon itu. Aku menaruh
hp ku. Karena teringat beberapa saat lalu Hanna mencariku aku sms dia dan
memberitahukannya jika aku ada di rumah.
Beberapa saat kemudaian Hanna datang kerumahku, dia
memberikan flasdisknya untuk melihat-lihat cerita-ceritaku. Aku mengiriminya
beberapa film terbaru yang dia inginkan. Dia membawkan hp ku yang sudah lama
dia pinjam dengan harapan aku bisa memberikan hp itu untuk kekasihku Ipau. Tak
lama setelah mengirim selesai, Hanna pulang ke rumahnya. Aku mencoba
mengaktifkan hp itu, namun yang terjadi adalah hp itu tidak menyala. It’s so
kampret. Sudah ku coba untuk mengecas nya dengan berbagai cara, tapi tetap saja
tidak bisa. Aku meletakkan hp itu di kamarku. Kemudian aku duduk bersama
keluargaku di ruangan keluarga itu. Terlihat jam sudah menunjukkan pukul 9
lewat. Terlintas di fikiranku jika Ipau sudah pulang dari toko. Aku sms dia
memintanya untuk memberitahukannya jika ia sudah sampai di rumah. Beberapa saat
kemudian dia memberitahukannya jika ia sudah sampai di rumah dan memintaku
untuk menelponnya.
Aku menelponnya. Tak sempat banyak berbicara ia
mematikan sambungan telpon itu. Aku sms mencoba untuk menelponnya lagi dan
lagi. Tapi dia terus merejek telponku. Ada sebuah sms dari nya :
“Beb kita sms aja ya. Aku mau ngomong sesuatu,”
“gak beb aku gak mau kita sms, perasaanku gak enak.
Kita telponan aja”
*biasanya kalau dia sms itu lebih ganas memberikan
kabar buruk dari pada lewat telpon. Jadi aku gak mau*
“Beb aku takut disuruh Inah putusin kamu. Inah marah
aku telponan sama kamu”
Aku diam sejenak untuk berfikir. Kenapa? kenapa yang
aku tidak inginkan ini selalu terjadi. Karena limit sinyal aku menyuruhnya
mengangkat telponku dan gak perlu ngomong. Semua ini hanya agar sms bisa
lancar. Aku menyebutnya “Sebuah telpon untuk SMS”. Dia sms aku lagi
“sayang aku gak mau putusin ayang. Aku itu sayang
banget sama ayang, Inah tanya tadi berapa jam kamu di rumah. Baru ku bilang
habis solat sampe setengah 4 aja. Katanya inah aku di suruh ingat katanya kak
Nisa itu. Aku sayang sama kamu beb. Gak mau kita putus”
“iya aku juga sayang. Aku gak mau kita putusan. Tapi
kita harus gimana?”
“Aku gak mau putusin ayang. Tapi kita pura-pura putus
aja ya sama inah. Dia itu ngawasin aku”
“Ah sayang. Yang bener aja. Kita sudah di kekang oleh
jarak dan waktu. Apa itu masih kurang? Masa iya kita masih harus tersiksa
dengan backstret.”
“Dari pada putus, mending diam-diam kan. Aku sudah
rela buat bohong yank. Biar kita gak putus, kalo kamu gak mau kita putus. Ya
terpaksa kita harus ambil jalan ini. Aku takut yank sama kak Nisa itu. Karena
ini memang salah”
“Ah terserah kamu ah yank. Yang jelas aku sayang sama
kamu dan gak mau kalo kita putus”
“APA? Kamu bilang terserah yank? Yasudah kita putus”
“Nda yank. Bukan gitu maksudku. Maksudku itu terserah
gimana kamu ngaturnya. Yang jelas aku gak mau kita putus.
“Tapi kamu janji nanti jangan selingkuh”
“iya sayang aku memang gak pernah selingkuh kan”
“Iya aku percaya ayang. Maaf yah yank bikin ayang
susah. Kalo ayang pacaran sama yang lain kan bisa lancar-lancar aja”
“Enggak yank gapapa kok. Meskipun aku harus lupa
ingatan dan ketemu kamu lagi. Ketika aku ingat semuanya aku akan tetap pilih
kamu lagi. Apapun resikonya, aku tetap mau sama kamu. “
“aku sayang ayang. Aku juga gak mau pisah sama kamu
yank”
“Iya yank. Tapi kalo kaya gini kita bakalan susah.
Ketemunya gimana yank”
“Kita sama-sama itu gak mungkin kalo gak diam-diam
yank. Aku ini ikut pengajian. Kamu gak tau yank kak Nisa itu kalo jelasin
kata-katanya nusuk tapi benar. Aku gak mungkin ngelak. Aku lebih milih jadi
orang munafik ini untuk bisa sama kamu”
Aku diam. Aku benar-benar terpukul dengan
pernyataannya itu. Aku merasa sangat bersalah. Memang akulah yang salah, tapi
aku bingung apa yang harus aku lakukan untuk saat ini. Aku telah membuatnya
menjadi orang yang munafik. Oh tidak ini adalah pernyataan yang membuatku
sangat sedih. Ya allah apa yang harus aku lakukan. Untuk saat ini yang bisa aku
katakan hanyalah :
“Maafin aku sayang :(”
“Gapapa kok yank”
“Ayang tidur sudah yank”
“Iya ayang juga tidur. Gak usah kerumah besok yank.
Gak usah!!!
“Lho tapi yank. Besok aku harus ke grogot. Masa gak
ketemu sih”
“Gak usah beb. Kalo kamu memang syang sama aku. Besok
kita gak usah ketemu”
“Tapi yank kita harus ketemu sebelum aku pergi lagi”
“Gak usah. Pokoknya gak ada lagi ketemuan sampai kamu
pergi!”
“Lho kenapa sih yank? Salah aku itu apa?”
“Gak ada. Pokoknya kalo kamu sayang sama aku. besok
gak usah ketemuan sampai kamu pergi. Coba buat ngerti keadaan kita yank”
“Tapi yank aku pulang ini buat kamu yank. Aku kangen
sama kamu. Masa kita malah gak ketemu”
“Jangan egois yank. Kamu itu seenaknya. Kamu itu mau
aku gimana lagi. Kamu mau kita ketemu. Cukup sudah aku bohong yank. Gak usah
lagi kamu bikin-bikin. Aku itu sayang banget sama kamu yank. Tapi kenapa sih
kamu buat aku begini.”
Aku diam. Lagi-lagi aku merasa bersalah dengan
kenyataan ini. Aku gak bisa membalas untuk membahas pernyataan itu. Aku mencoba
untuk mengalihkan topik pembicaraan. Itu semua aku lakukan karena aku sangat
merasa bersalah. Maafkan aku pau.
“Iya yank aku tau aku salah, besok aku gak temuin
kamu. Tidur sudah yank” *mengingat waktu sudah jam 12 malam*
“Kamu kira aku bisa tidur”
“Iya yank aku tau kamu gak bisa tidur. Sama aku juga”
“Kamu itu bodok”
“Kenapa lagi sih ini. Besok aku kasih hp ini ke kamu
bisa? Gak mungkin kan kita gak berhubungan!”
“Gak usah. Bisa aja aku sms kamu nanti tunggu aja sms
ku”
“Hem”
“Gak usah sms lagi. Hp nya ku kembalikan ke Inah”
Aku bingung apa yang harus ku lakukan. Aku takut untuk
tidur dan menyadari bahwa ketika aku terbangun dari tidurku. Kenyataan buruk
itu tetap terjadi dan bukanlah mimpi. Hari ini adalah hari sabtu, malam minggu
yang tanpa pertemuan ini membuat hatiku begitu mengganjal. Aku memutuskan untuk
menulis ini dan tertidur di jam 3 malam.
***
Sabtu, 02 Maret 2013
Oh no, ini adalah malam minggu yang sudah aku ketahui
pasti akan kelabu. Aku terbangun dari tidurku di jam 9 siang tepat seperti
kemarin, tapi aku tau. Hari ini pasti tidak akan seindah kemarin. Gak ada satu
pun sms dari kamu, aku gak khawatir. Tapi aku merasa sedih jika membayangkan
kisah apa yang akan terlukiskan di malam ini. Aku sudah tau sejak kemarin bahwa
hari ini tidak akan sesuai dengan keinginanku sebelum aku pulang. Aku kecewa,
bahkan sangat kecewa dengan kepulanganku saat ini. Aku gak tau sebenarnya
kepulanganku ini untuk apa.
Jam sudah menunjukkan pukul 1 siang. Sebelumnya yang
aku lakukan hanya menunggu habisnya waktu jam sekolahmu yang kemudian kamu akan
sms aku untuk memintaku datang. Beberapa saat kemudian papaku mengajakku pergi
kekebun untuk mengeret sawit. Sebenarnya yang ku lakukan cukup simple. Aku
hanya harus menyetir mobil ke kebun kemudian menaikkan buah sawit ke atas bak
mobil. Hal ini gak jauh beda seperti bermain basket yang bolanya harus di
lempar di ring. Bola yang ku gunakan sangat jauh lebih berat dari pada bola
basket yang tentunya bola ini gak bundar malah berduri. Buah sawit adalah
bolaku dan ring yang harus aku tuju itu adalah bak mobil.
Sore itu aku pergi ke Tanah Grogot, mungkin ini adalah
hal yang harus aku lakukan. Bukanlah Ipau yang menjadi alasanku untuk kesana. Aku
gak bisa berharap untuk bisa bertemu dengannya, tapi aku harus ke rumahnya Om
Mongol (Om nya Aziz) untuk mengambil izasah dan KTP nya Aziz. Selain itu aku
mencari kak Azi untuk memperbaiki aplikasi Corel draw ku yang rusak.
Aku sampai di tanah grogot, setelah kakakku
memperbaiki dan mengajariku menggunakan corel draw, tiba-tiba ada sebuah sms
dari Ipau. Dia menanyakan keberadaanku, aku pun membalasnya dengan sedikit
memohon untuk bertemu dengannya. Akhirnya aku menemuinya di tokonya jam 5 sore.
Saat itu awan tampak begitu jahat, hitam pekat yang mungkin dalam beberapa
menit lagi akan hujan. Aku melaju dengan kecepatan penuh dan sampai dengan
selamat. Beberapa detik kemudian setelah aku sampai, hujan pun turun dengan
begitu derasnya. Aku berjalan menuju tokonya, dia menyambutku dengan senyuman. Tak
banyak waktu yang kita lalui bersama, tak banyak hal yang bisa kita lakukan
saat itu. Karena setelah magrib kakaknya datang ke tokonya dan otomatis aku
harus pergi.
Aku sedikit muak dengan keadaan, aku gak tau harus
bagaimana cara untukku melampiaskan amarah ini. Yang aku tau saat ini aku hanya
bisa diam dan pasrah menunggu waktu perpisahan yang sangat tidak indah ini.
Sangat berbeda dengan perpisahan sebelumnya tepat di 3 minggu lalu. Kita
sama-sama merasa sedih dan menangis saat itu. Jauh berbeda dengan saat ini,
perpisahan yang penuh dengan amarah menggebu-gebu. Aku benci dengan keadaan ini
tidakkah kau tau aku merasa hampa. Beberapa saat lagi kita akan berpisah di
malam minggu ini. Eh tidak, di sore sebelum malam minggu, sebelum maghrib di
toko plaza. Perpisahan yang buat aku gak tau harus merasaakan apa. Pau, bisakah
kamu mengerti. Aku mau kita seperti dulu, keadaan ini sungguh telah sangat
berpengaruh di hubungan kita.
Saat itu masih gerimis, kita berjalan
beriringan. Kamu menuju rumah untuk menjemput kakakmu. Sedangkan aku? aku gak
tau harus kemana. Walau pun aku tau satu-satunya arah yang bisa aku tuju adalah
rumah kakakku. Tapi aku merasa berat untuk kesana, aku masih ingin bersamanya. Sesampainya
di rumah, ternyata tak ada orang. Hujan pun kembali turun semakin deras, aku
duduk di depan leptopku. Aku membuka berbagai jaring sosial yang aku miliki. Dua
jam kemudian aku berfikir, aku tersadar jika ini membosankan. Bukankah duduk di
depan leptop saat malam minggu itu sudah sering aku lakukan saat di Samarinda. Aku
merasa rugi, aku ada di kampung halamanku. Tapi masa iya hal yang aku lakukan
hanya berada di rumah saja. Aku sms rendi dan mendatanginya di rumahnya. Saat itu
waktu sudah menunjukkan jam 9 malam, kami pergi ke siring untuk memakan pentol.
Setelah itu kami berkeliling kota dan bertemu Were. Kami duduk di depan Disdik
yang berada tepat di depan SMA ku dulu. Hal ini membuatku ingat akan masa-masa
SMA ku dan tentunya masa-masa Biru – Abu-abu antara aku dan Ipau. Biru adalah
karena Ipau SMP sedangkan Abu-abu adalah karena aku SMA. Saat itu adalah
saat-saat yang membuatku selalu merasa bahagia yang gak rentan galau. Berbeda dengan
saat ini, saat jarak telah hadir dan begitu sangat mengganggu.
***
Minggu, 3 Maret 2013
Malam itu kami pulang jam 12 malam,
dan aku tertidur jam 3 malam. Saat aku terbangun di jam 7 pagi, hujan deras membuatku
ingin tertidur lagi. Jadi aku tidur lagi dan bangun jam 10 pagi. Hehe. Ketika bangun,
di sampingku ada nasi kuning yang telah di belikan oleh kakakku. Setelah makan,
aku mandi dan tiba-tiba ada sebuah sms dari Ipau di jam 11 siang. Dia menanyakan
keberadaanku, aku masih di rumah kakakku. Saat itu dia sudah pulang sekolah
karena gurunya rapat, jadi aku kerumahnya untuk menemuinya. Beberapa saat
sebelum aku kerumahnya, Rendi sms aku menagih janjiku untuk menemaninya ke
distro membeli baju. Waduh jadi bingung, kalo aku nemanin Rendi waktuku untuk
ketemu Ipau pasti terbuang banyak. Jadi maafin aku lah Ren haha.. aku ingkar
janji ini. Sebelum ke rumah Ipau aku menepati janjiku yang lain. Aku pergi ke
rumahnya Om Mongol untuk mengambil izasahnya Aziz. Sumpah Om nya Aziz yang ini
mirip banget sama Mongol Stand up comedy. Mulai dari mukanya, botaknya, cara
ngomongnya. Wajar saja mereka menyebut Om nya aziz ini Om Mongol.
Aku di rumanya Ipau, aku tau ini lah
perpisahan yang benar dan yang aku harapkan. Meskipun ini menyedihkan karena
kepulanganku ini seakan-akan hanyalah untuk meresmikan Backstreet nya kami.
Tapi gak masalah selama kami gak putus, aku masih merasa tenang dan berharap
keadaan akan menjadi normal kembali. Aku selalu cinta dan selalu menyayanginya.
***
Senin, 4 Maret 2013
Hari ini aku balik ke Samarinda.
Udah gini aja cerita hari ininya.
***
No comments:
Post a Comment